Adem

Hari ini genap 9 tahun yang lalu saya meninggalkan dirimu, tak ku ikuti lagi detak kehidupan dipermukaanmu daerah yang pernah membuat diriku kaget tak terkira disaat kaki menapak pertama di atas kerikil dan tanah merahmu.

Kamu, daerah yang terbungkus pedutnya embun dengan kompetisi bebukitan yang memperebutkan ketinggian, dan merasa kesakitan atas cemoohan orang2 kota atas kondisi jalanmu yang dekat dengan keadaan rute rally motor trill dimusim penghujan.

Jalan kampung menuju dusun Barereng melingkari dirimu, yaah hanya itulah satu-satunya jalan yang layak bagi siswa yang menghampirimu dengan berlepotan lumpur di telapak sepatunya, kecuali jika mereka menyusuri pematang sawah dengan menyandang basah karena embun menempel di rok atau celana seragam SMP yang melekat di tubuhnya.

Baruppu' namamu dengan julukan adem melekat dalam pikiranku setiap mengingat namamu. Terbentang disebelah barat pegunungan terjal menghadang Belanda saat itu, untuk menangkap pahlawan daerah yang bernama Pongtiku. Pongtiku bersembunyi di balik benteng batu, sehingga sekarang oleh pendudukmu disebut dengan nama benteng pongtiku atau benteng batu.

Kampung dan desa yang setia menemanimu adalah Barrereng, Kolle, Karongian, Ponglamba', bubu' dan yang lainnya terdelette dalam memoryku yang tahan terhadap serangan virus lupa dan lali. Salu Baruppu' yang berada jauh disebelah barat selalu menghiasi mataku di saat pagi dan petang tatkala memandang sambil bertopang dagu di depan kamar yang sebenarnya gudang.

Yahhh kamu Baruppu', yang mempunyai berbagai kebudayaan dari ma'nenek di bulan Agustus, Rambu Sollo' yang mengiringi jasad penduduk ke ruang goa dilereng gunug yang curam, Rambu tuka' yang mendahului pendudukmu menempati rumah adatnya. Pasilaga tedong deng gemuruh sorak sorai penonton selalu menemani pesta rambu sollo' di daerahmu.

entah masih kapan lagi kutulis tentangmu, daerah yang adem,